IDEALISME TERBELENGGU KEKUASAAN
OLEH: MUHAMMAD HAYYUN
Politik dan kekuasaan ibarat mata uang yang tidak bisa di pisahkan, keduanya saling mendukung untuk mempertahankan eksistensi seseorang yang berkuasa. Seseorang yang terlibat di dunia politik akan mempertahankan posisinya agar tetap berkuasa bahkan dengan segala macam cara untuk mendapatkannya, sehingga terkesan bahwa dunia politik itu kotor dan kejam. Aplikasi politik kita cenderung kontradiksi dengan apa yang kita cita-citakan bersama, baik persoalan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Kekuasaan merupakan entri point dari sebuah cita-cita politik seseorang walaupun ada cita-cita untuk merubah tatanan menjadi lebih baik, tetapi realitas politik kita cenderung pragmatis dan jauh dari prinsip-prinsip idealisme. Kekuasaan bukan saja eksistensi tetapi juga kehormatan seseorang dalam interksi sosialnya, Seolah-olah kekuasaan menjadi magnet tersendiri untuk memiliki pengaruh bagi masyarakat. Kekuasaan mendekatkan seseorang pada kerakusan dan ketamakan. Idealisme yang menjadi pijakan dalam menata langkah terlibat di politik dan kekuasaan kini sirna ditelan oleh pragamtisme dan godaan duniawi.
Keterlibatan banyak mantan aktivis gerakan (mahasiswa, LSM maupun sosial lainnya) dalam kancah politik kita sejak era Karno hingga Yudoyono tidak memberikan kontribusi yang signifikans terhadap cita-cita proklamasi bangsa Indonesia yaitu upaya pemerataan, keadilan, kesejahteraan sosial. Bahkan mereka juga sebagai pelaku dalam mengkorupsi uang Negara dan rakyat. Padahal merekalah yang bersuara lantang mengkritik kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat sewaktu menjadi aktivis.
Sebenarnya keterlibatan aktivis-aktivis dalam politik nasional member harapan besar bagi rakyat, karena keterlibatan didalam menggerakkan dan meyadarkan masyarakat akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara intens, sehingga memungkin suara lantangnya di parlemen merupakan suara aspirasi public tentang realita yang di hadapinya. Dan juga seharusnya mewarnai lembaga parlemen dengan idealisme yang dimiliki sewaktu masih jadi aktivis. Kurang lebih enam puluh porsen diantara Anggota DPR RI sekarang adalah mantan aktivis-aktivis baik angkatan 70-an, 98 (HMI, PMII, GMNI, PMKRI, GMKI, BEM) dan juga akademisi yang memiliki visi dan idealism untuk ikut bertanggung jawab terhadap arah pembangunan bangsa. Mereka tersebar ke seluruh partai politik yanga ada, baik di partai besar (Golkar, PDIP, Demokrat) dan juga partai kecil (PKS, PPP, PAN, HANURA, GERINDRA) memungkinkan perkawinan ide-ide yang berserakan sewaktu jadi mahasiswa menjadi ide yang lebih besar dan tajam dalam menentukan nasip bangsa ini kearah yang lebih baik. Suara mereka adalah harapan dari jutaan rakyat Indonesia yang terbelenggu kemiskinan dan kebodohan. Harapan besar tersebut pada mantan aktivis sebagai wakil rakyat di DPR sedikit pupus dan sirna di telan oleh berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kini suara-suara lantang yang diharapkan tertutup oleh mata uang yang bernilai milyaran rupiah, yang mungkin jarang di terimanya. Idealisme tergadaikan oleh rupiah bahkan terbelenggu oleh penguasa dan kekuasaan, sehingga mereka bak kerbau di cocok hidungnya mengikuti tuannya (ketua partai atau pun presiden). Bahkan mereka menjadi satpam-satpam kekuasaan yang siap untuk mempertahankan tuannya walaupun tuannya melanggar garis batas keadilan dan melakukan kesewenangan terhadap rakyatnya. Disamping itu juga banyak persoalan-persoalan rakyat yang hingga kini belum di selesaikan, bahkan kasus yang menghebohkan adalah perampokan uang rakyat oleh pemilik Bank Century yang merupakan kejahatan besar karena merampok uang rakyat sekian triliun.
Adalah Mahfud MD (Ketua MK) mantan anggota DPR periode 2004-2009 memberikan komentar tentang kebosanannya menjadi politisi; nurani dan kepentingan berbenturan, idealisme dibelenggu dengan kekuasaan sehingga beliau tumak ninah menjadi pengurus partai dan politisi. Misalnya ketika ada Rancangan Undang-undang (RUU) yang sudah final di bahas ditingkat Pansus namun Ketua Partai ada perselingkuhan kekuasaan, maka RUU tersebut dirubah pasal-pasalnya yang tidak diinginkan ketua partai. I
Itulah sekelumit phenomena yang terjadi pada dunia politik kita, kecemasan selalu menghantui pikiran kita akan nasip jutaan rakyat yang masih jauh dari harapan kesejahteraan, pendidikan, dan keadilan. mantan aktivis yang kini jadi penyambung lidah rakyat tidak banyak kita harapkan dari peran-perannya selama ini dalam memperjuangkan nasip rakyatnya. Mungkinkah parlemen jalanan akan menjadi pilihan mahasiswa dan kelompok gerakan masyarakat lainya sehingga idealisme yang dimiliki tidak terus dibelenggu oleh kekuasaan dan penguasa?,, ataukah juga parlemen jalanan akan sekedar teriak-teriak dijalanan yang tidak didengar oleh penguasa?..Kapanka mimpi besar dan cita-cita kita akan Indonesia yang besar dan maju yang didukung oleh rakyatnya hidup sejahtera, egaliter, dan berpendidikan?. Kita tunggu saja suatu saat “ratu adil” akan datang dengan kelompok manusia yang memiliki visi, jiwa besar dan peduli akan nasip jutaan rakyat yang masih dalam kubangan kemiskinan dan kebodohan. Semoga saja terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar