Seringkali dalam setiap relokasi tempat atau pembangunan tempat baru selalu ada penggusuran yang dilakukan pemerintah dengan mengerahkan aparat keamanan baik itu Pol PP ataupun Polisi. Apalagi di kota-kota besar tanah air yang tidak luput dari usaha pemaksaan pemerintah terhadap rakyatnya demi sebuah, ketertiban, keindahan, atau kepentingan investor. Kebijakan penggusuran seringkali berbuntut panjang dan perlawanan dari warga sehingga sering menimbulkan korban di kedua belah pihak.
Kita mungkin masih teringat ketika pedangang kaki lima di Surabaya beberapa bulan yang lalu, seorang ibu yang menjual bakso dengan membawa anaknya di dalam grobak, dengan ketakutan melihat aparat yang mengejarnya terpaksa gerobaknya terbalik dan air panas pun tumpah menyirami tubuh anaknya sehingga anaknya mati. Kemudian baru-baru ini kita menyaksikan pertumpahan darah antara aparat dengan warga di Koja Tj. Periok Jakarta Utara yang memakan korban cukup banyak baik dari Pol PP sendiri maupun warga, sehingga mengundang perhatian dan prihatin semua pihak atas kejadian tersebut. Dengan dalih pengembangan jalan, atau parkir bagi kontainer-kontainer kapitalis yang ada di terminal koja, tempat umum dan makam seorang tokoh panutan yang menjadi tempat ziarah bagi warga untuk mendekatkan diri dan mengingat kepada Sang Khalik, dan juga merupakan cagar budaya kebanggaan warga setempat juga digusur, sehingga menimbulkan kemarahan bagi warga sekitarnya dengan melakukan perlawanan terhadap aparat yang menjadi kaki tangan bagi pemerintah dan kelompok-kelompok kapitalis sehingga menimbulkan korban yang banyak dan menimbulkan kerugian milyaran rupiah. Kejadian Priok bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Jakarta, hampir setiap bulan ada saja terjadi penggusuran yang dilakukan pemerintah DKI terhadap warganya, entah itu pemukiman, pasar ataupun masjid juga menjadi sasaran dengan dalih ketertiban dan keindahan kota. Kasus serupa juga terjadi beberpa bulan yang lalu, penggusuran terhadap pasilitas pendidikan (Sekolah) yang dilakukan pemerintah daerah yang berencana akan dibangun Hotel berbintang, sehingga mendapat perlawanan dari guru, siswa, dan masyarakat setempat.
Patut disayangkan sikap dan cara pemerintah daerah dalam menangani kasus-kasus dengan cara penggusuran dan kekerasan sehingga menimbulkan masalah yang rumit. Sentra-sentra kepentingan umum, seperti pasar, perkampungan warga, masjid dan lain-lain tidak lepas dari penggusuran apabila sang penguasa dan kelompok kapitalis mencenkeram kepentingan bisnisnya sehingga tidak jarang masyarakatlah yang lebih banyak dirugikan. Sikap otoriter pemerintah terhadap rakyat adalah suatu hal yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan. Peran pemerintah adalah melindungi, mengayomi, dan memberikan kesejahtetraan dengan cara memberikan kesempatan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk menopang pembangunan ekonomi, bukan sebaliknya seperti menggusur atau membakar tempat-tempat yang dijadikan lahan untuk mencari nafkahnya. Ironis memang negeri ini, di satu sisi ingin mensejahterakan rakyat tapi di satu sisi menggusur dan membakar pasar sebagai tempat mencari nafkah. Upaya rekayasa dengan cara membakar juga sering dilakukan, dengan dalih akibat arus pendek listrik dan anehnya di tempat-tempat yang dilirik oleh investor, padahasl selama ini jarang sekali kebakaran akibat putusnya hubungan arus pendek, ini patut di curigai sebagai kesengajaan pihak-pihak tertentu untuk mengalih perhatian masyarakat.
Fenomena peggusuran terhadap pasilitas dan asset public menggejala dihampir semua daerah yang menyebabkan kerugian masyarakat. Penggusuran seolah-olah merupakan pilihan terbaik bagi pemerintah dalam menjalakan kebijakan pembangunannya.
Mengutip pernyataan Ustaz Tafaul Amri Jaya (Ketua MMI Lotim) pemerintah kita tidak punya rasa kemanusiaan dan berfikirnya aneh, padahal masyarakat kita sedang ikut membangun prekonomian Negara tetapi mereka digusur, sehingga wajarlah kemiskinan dimana-mana. pemerintah seharusnya berterima kasih atas usaha masyarakat dalam ikut mengentaskan kemiskinan dan membantu sector ekonomi ril yang menjadi tulang punggung prekonomian Negara yang jauh dari dampak krisis financial tidak seperti pasar modal yang menyebabkan krisis keuangan Negara. Oleh karenanya pemerintah harus mengevaluasi model kebijakan yang cendrung kasar dan otoriter terhadap rakyatnya, sehingga pembangunan bisa berjalan beriringan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat. Penggunaan aparat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bisa di selesaikan dengan diplomasi atau negosiasi perlu di kurangi, sehingga tidak menimbulkan dendam masyarakat yang mendalam terhadap aparat dan terjadi permusuhan diantara tentangga dan keluarga.
Oleh karenanya Tragedi Tanjung Priok perlu di jadikan pelajaran oleh semua Pemerintah daerah dalam setiap kebijakan yang mungkin bertentangan dengan masyarakat, sehingga pembangunan betul-betul menyentuh kebutuhan rakyat secara luas, bukan kepentingan segelintir orang.
(Muh. Hayyun Departemen PA PB HMI)